UNGGUL KREATIVE INOVATIF RELIGIUS DAN ANDAL

UNGGUL KREATIVE INOVATIF RELIGIUS DAN ANDAL (UKIRAN)

Sabtu, 21 Mei 2011

Artikel 1 Menyoal Problematika Pend. di Indonesia


Menyoal Problematika Pendidikan di Indonesia

Oleh : A. Fatah
1. Pendahuluan
KUALITAS pendidikan kita sampai sekarang masih memprihatinkan. Seperti sektor ekonomi yang terpuruk, dunia pendidikan pun sedang menghadapi krisis berat. Kondisi itu terlihat dari hasil ujian akhir nasional tahun 2004-2005 yang mengejutkan banyak orang. Puluhan ribu murid tingkat SMP dan SMA di seluruh Indonesia tidak lulus ujian. Di Yogyakarta yang nota bene sebagai kota pelajar, ada 13 SMA yang persentase kelulusan muridnya nol persen. Bahkan di NTT, Papua, Bengkulu, Sulteng, Kalteng dan NAD, angka ketidaklulusan siswa SMP peserta UAN 2005, sekitar 50 %. Sungguh ironis dan lengkaplah derita kita.
Rendahnya kualitas pendidikan itu selain dapat dilihat dari hasil ujian nasional, menurut International Education Achievement (IEA), bisa dilihat dari kemampuan membaca untuk tingkat SD dan matematika bagi siswa SLTP. Untuk membaca, Indonesia termasuk urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sedang matematika kita masuk urutan ke-39 dari 42 negara. Untuk studi IPA, kita masuk urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Selain mutu pendidikan yang rendah seperti tersebut di atas, problematika dunia pendidikan di Indonesia seakan tiada habisnya. Ibarat benang kusut, sejumlah permasalahan klasik masih saja melingkupi dunia pendidikan kita. Tidak hanya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan kualitas dan fasilitas, namun juga rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.
2. Pembahasan
Pada kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa problematik pendidikan di Indonesia dan solusinya yang mudah-mudahan menjadi wacana kita untuk dalam memahami dunia pendidikan kita.
2.1.  Kurikulum yang Masih Kaku.
Sistem kurikulum Indonesia masih terlalu rigid (kaku), masih belum bisa menyesuaikan dengan apa yang mau dihasilkan dari sistem pendidikan itu sendiri terutama pada jenjang higher education sector seperti tingkat SMA dan Universitas.( Syamsul Arief Rakhmadani:2007) Kemudian, sistem kurikulum terutama di sekolah negeri masih belum bisa melengkapi siswa dengan skill yang memadai as a workforce." "Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi dari guru/dosen yang harus ditingkatkan sebagai insentif dalam proses mengajar serta semakin banyak sekolah yang mempunyai fasilitas yang memadai tetapi masih terlalu besar poverty gap antara sekolah di kota dan di desa." Prioritas yang paling mendesak dilakukan pemerintah saat ini adalah perbaikan gaji, perbaikan kurikulum, perbaikan peraturan/regulasi, dan pendistribusian subsidi pemerintah yang adil dan menyeluruh. Selain itu kemampuan guru dan dosen sendiri harus ditingkatkan baik melalui intensive training dan self-learning seperti research, menulis di jurnal dll. Seharusnya hal-hal seperti inilah yang harus ditingkatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu para pendidik itu sendiri. Good educators mean good education dan diharapkan akan menghasilkan para lulusan yang bermutu dan siap kerja.
2.2.  Pendidikan Masih Mahal
Ahmad Isnaini (2007) mengatakan bahwa : “Pendidikan harusnya bisa lebih murah, terutama untuk pendidikan dasar, agar semua orang punya kesempatan untuk belajar, karena itu adalah hak setiap warga negara.” Pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang kebijakan harusnya dapat memberikan fasilitas sebesar-besarnya bagi dunia pendidikan, misalnya bisa dengan subsidi (katanya sudah ada), meningkatkan taraf hidup guru-guru sebagai mediator utama dalam pendidikan yang berhubungan langsung dengan anak didik."
2.3.  Kurang Konsisten dalam Pelaksanaan Pendidikan
Pendidikan di Indonesia itu sangat baik bila kita lihat konsepnya, dan juga bila kita baca pada Undang-undang Pendidikan. Yang justru sulit dan repot adalah masalah pelaksanaanya” (DR.H.Arief Rahman,MPd). Misalnya, tujuan pendidikan itu tidak semuanya diukur menjadi indikator kesuksesannya. Penulis  mengambil  contoh, pada salah satu tujuan pendidikan itu dikatakan bahwa kecerdasan spiritual itu harus dikembangkan, bahkan hal itulah yang menjadi dasar dari semuanya. Tetapi untuk naik kelas atau lulus ujian, kecerdasan spiritual itu tidak menjadi penentu, sehingga salah satu indikator dalam tujuan pendidikan yaitu Kecerdasan Spiritual tadi tidak dihitung. Yang dihitung malah, Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dengan rata-rata 5,01.
2.4.  Mutu Guru Rendah
Untuk bisa meningkatkan mutu guru. Ksejahteraan para guru harus diperhatikan dan diperbaiki, akademisnya juga harus diperbaiki, pola mengajarnya juga harus diperbaiki.
2.5.  Pendidikan Belum Merata
Belum semua anak-anak di Indonesia ini sekolah, bukan karena mereka tidak mampu. Namun kadang-kadang ada yang mampu tetapi kulturnya tidak menyuruh. Juga adanya ketimpangan di dalam kesetaraan 'Gender' yang sangat kuat sekali. Lalu mata pelajaran yang ada sebetulnya harus mendekatkan diri kita kepada Tuhan, tetapi kenyataannya tidak. Semua mata pelajaran ujung-ujungnya hanya pengetahuan dunia saja, di mana cara pengantarnya tidak mendekatkan orang kepada pencipta-Nya atau ilmu akhirat.Saya beri contoh, mata pelajaran Biologi, Kimia, dan pengetahuan alam lainnya seharusnya dapat mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta. Dan hal itu tidak terimplementasikan dengan baik.
2.6  Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Masyarakat yang Masih Rendah
Bangsa dan negara ini juga mempunyai andil dalam kesalahan besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Maksudnya adalah seolah-olah semua masalah besar pada pendidikan dibebankan atau ditujukan kepada Pemerintah saja, padahal itu adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia juga atau tanggung jawab kita bersama. Saya beri contoh, jika ada sesuatu yg tidak beres dalam tatanan dunia pendidikan seharusnya kita tanyakan dulu kepada diri kita sendiri tentang permasalahan itu, dan kita berusaha ikut berpartisipasi positif dan aktif di dalam memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Jangan hanya menyalahkan pemerintah saja. Dalam hal ini pemerintah itu hanya memberikan rambu-rambu pendidikan yang fleksibel yang dapat kita rembukan atau diskusikan bersama untuk hal perubahan atau penambahan di dalam rambu2 tersebut".
3. Penutup
Demikian beberapa problematik  dalam dunia pendidikan di Indonesia yang dapat penulis sajikan. Semakin terpuruknya peringkat SDM Indonesia, tak perlu hanya kita sesali, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jika kondisi itu mau diubah mulailah dari menerapkan konsep yang berpijak pada akar masalah.
Sebagai penutup penulis menyajikan beberapa konsep rumus meningkatkan mutu pendidikan yang terabaikan. Diantaranya adalah :
3.1 Berikan Penghargaan
Mc. Keena & Beech (1995 : 161) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan, penghargaan diberikan untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan untuk mencapai saran-saran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi) maupun penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan dan pengembangan karir).
Guru sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat.
3.2 Tingkatkan Profesionalisme
Kecanggihan kurikulum dan panduan manajemen sekolah tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.
Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Sebagian besar tentang indikator itu sudah diperoleh di LPTK antara lain IKIP, FKIP, dan STKIP non-refreshing.
3.3 Sediakan Sarana dan Prasarana  
Dengan diberlakukannya kurikulum 2006 (KTSP), kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan).
Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran pendidikan yang mengacu pada UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 46 dan 49 permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
3.4 Berantas Korupsi  
Menurut laporan BPK tahun 2003 lalu, Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua setelah Departemen Agama. Kemudian Laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi dalam dunia pendidikan dilakukan secara bersama-sama (Amin Rais menyebutnya korupsi berjamaah) dalam berbagai jenjang mulai tingkat sekolah, dinas, sampai departemen. Pelakunya mulai dari guru, kepala sekolah, kepala dinas, dan seterusnya masuk dalam jaringan korupsi. Sekolah yang diharapkan menjadi benteng pertahanan yang menjunjung nilai-nilai kejujuran justru mempertotonkan praktik korupsi kepada peserta didik.
Konsep ini bukanlah harga mati untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kajian-kajian lainnya mungkin dapat melengkapi solusi yang ditawarkan. Satu hal yang paling mendasar adalah mencari solusi berpijak pada akar masalah.

Rujukan :
Syamsul Arief Rakhmadani. Menyoal Problematika Pendidikan di Indonesia. 
     Blogfam. Amril/Lili. http://www.tokohindonesia.com/majalah/22/kilas.un.html

Salamuddin. 2006. Rumus Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://www. waspada online.com/ (11 April 2007)

Budisatyo, B. 2007 Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan. http://www.suaramerdeka.com/ harian/0508/23/opi4.htm   7 Maret 2007

Kamdi, Waras. 2007. Kelas Akselerasi dan Diskriminasi Anak. http://www.kompas.com/ kompas-cetak/0408/09/Didaktika/1193374.htm 7 Maret 2007

Leksono, Budi. 2007. Mengurai Benang Kusut Di Seputar Pendidikan. http://www. edukasi.net/article. (20 April 2007)

2 komentar:

  1. Assakamualaikum, salam kenal, saya Maftukhin, asli Dukuhturi Banjaragung, senang sekarang ada SMP N yg terletak di dusun saya.

    BalasHapus
  2. Menarik sekali pak ilmunya... thanks much !

    BalasHapus