UNGGUL KREATIVE INOVATIF RELIGIUS DAN ANDAL

UNGGUL KREATIVE INOVATIF RELIGIUS DAN ANDAL (UKIRAN)

Minggu, 15 Mei 2011

Bimbingan Konseling


KEINTIMAN (INTIMACY)
Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian di masa remaja adalah adanya perubahan dalam berinteraksi dengan seseorang. Interaksi pribadi dengan orang lain di masa-masa ini umumnya lebih dekat, lebih pribadi dan lebih emosional. Dengan kata lain interaksi dengan orang lain di masa remaja akan lebih intim.
Konsep intim dalam penelitian tentang masa remaja di sini tidak berkaitan dengan hubungan seks, melainkan pada ikatan emosional antara dua orang yang saling perhatian, keinginan untuk dekat secara pribadi dan keinginan untuk berbagi kesenangan dan kegiatan.
KEINTIMAN SEBAGAI ISU MASA REMAJA
Keintiman adalah sesuatu yang dibutuhkan sepanjang hidup. Weiss (1974) mengatakan bahwa teman memberi dorongan ketika perasaan kita melemah dan membantu ketika kita butuh serta menemani kita dalam berbagai kegiatan. Hartup (1992), Myers, Lindenthal & Pepper (1975) menyatakan bahwa jika seseorang tidak mempunyai teman di masa anak-anak berarti dia memiliki masalah sosial dan psikologi, tetapi ketika di masa remaja dia memiliki satu saja teman dapat menguntungkan bagi perkembangan sosial dan psikologisnya. Dengan kata lain keintiman merupakan sesuatu yang penting bagi semua orang untuk segala usia.
Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Di masa anak-anak, hubungan persahabatan berorientasi pada kegiatan fisik saja misalkan bermain bersama. Tetapi hubungan persahabatan di masa remaja memiliki dasar emosi yang kuat yang membanguna ikatan batin antara dua orang yang saling memperhatikan dan saling memahami (Newcomb & Bagwell, 1995).
Alasan lain akan pentingnya keintiman di masa remaja adalah adanya perubahan hubungan sosial yang alami di masa remaja. Di awal remaja mulai tumbuh kesadaran tentang pentingnya teman sebaya, di usia remaja pertengahan dan remaja lanjut tumbuh kesadaran akan pentingnya pasangan lawan jenis (Furman, Brown & Feiring, 1999).
Beberapa teori menjelaskan terjadinya perubahan hubungan di masa remaja. Berndt (1982), Savin-William & Berndt (1990) membuktikan adanya korelasi yang signifikan antara perkembangan keintiman dengan perubahan sosial, kognitif dan biologis di masa remaja.
Kandel & Lesser (1972) menyimpulkan perubahan hubungan di masa remaja adalah karena pubertas dan mulai adanya rangsangan kebutuhan seks. Lebih lanjut dijelaskan bahwa remaja merasa tidak nyaman berbicara tentang seks dengan orang tuanya, sehingga mereka mencari tahu tentang seks dengan orang lain. Akan tetapi kedewasaan mungkin juga dapat mendorong hubungan antara remaja dan orang tua lebih intim apabila remaja tersebut minta nasihat dan petunjuk dari ibu bapaknya. 
Hill & Palmquist (1978) memandang perubahan hubungan di masa remaja dari sisi perubahan sosial kognitif. Mereka mengatakan bahwa perkembangan sosial kognitif di masa remaja terpantul dari konsepsi hubungan sosial di masa remaja yang lebih komplek dan adanya perkembangan komunikasi antar pribadi.
TEORI TENTANG KEINTIMAN DI MASA REMAJA
Ada 3 perspektif teori yang sangat penting tentang keintiman di masa remaja yakni dari Harry Stack Sulivan, Erik Erikson dan teori Attachment.
Teori Sullivan tentang Perkembangan Hubungan Interpersonal
Sullivan memandang perkembangan hubungan interpersonal dipengarui oleh kebutuhan berdasarkan perkembangan biologis seseorang yakni:
1.      Masa Bayi (infancy)  usia 0 sampai 2-3 tahun membutuhkan bantuan orang lain dan kasih saying dari ibunya.
2.      Masa Anak awal (early childhood) 2-3 tahun sampai 6-7 tahun membutuhkna  teman peran serta orang yang lebih dewasa dalam bermain.
3.      Masa Anak pertengahan (middle childhood) 6-7 tahun sampai 8-10 tahun  membutuhkan teman sebaya untuk bermain dan diterima di masyarakat.
4.      Masa Praremaja (preadolescence) usia 8-10 tahun sampai 12-14 tahun membutuhkan keintiman dengan teman sebaya.                                         
5.      Masa Remaja awal (early adolescence) usia 12-14 tahun sampai 17-18 tahun membutuhkan kontak seks dan keintiman dengan dengan lawan jenisnya.
6.      Masa Remaja lanjut (late adolescene) usia 17-18 tahun sampai dewasa membutuhkan pencapaian manusia seutuhnya yang diterima di masyarakat.
Dari teori tersebut menurut sulivan kebutuhan akan keintiman dimulai dari masa praremaja dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenisnya dan di masa remaja awal dan lanjut semakin adanya rangsangan seks dan kerinduan kebutuhan akan keintiman berujung pada hubungan percintaan dengan pasangannya. Menurut Sulivan tantangan utama di masa remaja adalah menggabungkan kebutuhan akan keintiman dengan kebutuhan akan hubungan seks.
Teori Erikson Tentang Keintiman
Teori Erikson menyatakan bahwa perkembangan seseorang di masa remaja berputar pada two krisis psikososial yakni  indentity crisis vs identity confusion (krisis identitas vs kekacauan identitas) dan crisis of intimacy vs isolation (keintiman vs isolasi).
Krisis identitas dimaknai bahwa masa remaja adalah masa dimana remaja mulai merasakan suatu perasaan identitasnya sendiri, merasa unik, siap untuk berperan dalam masyarakat. Mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya sendiri seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan yang dikejar di masa datang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri sedangkan kekacauan identitas merupakan masa peralihan dari anak ke dewasa. Menjadikan kadang remaja berada pada kondisi kekacauan identitas. Mereka menjadi hampa, terisolasi, cemas dan bimbang. Mereka menjadi kacau, tingkah lakunya tidak konsisten. Ingin masuk dunia kehidupan dewasa tapi masyarakat menganggap belum mampu dan mereka merasa sudah bukan anak-anak lagi. Terjadi suatu kekacauan. Jika tidak terselesaikan anak akan berada pada kondisi krisis identitas yang akan mengembangkan identitas negatif pada dirinya yaitu dirinya hanya memiliki sifat yang potensial buruk atau tidak berharga.
Sedangkan krisis keintiman mengandung arti bahwa remaja siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain, mendambakan hubungan akrab dengan lawan jenis dalam percintaan. Mengembangkan persaudaran, menyiapkan daya untuk membina komitmen dan siap berkorban. Kebalikan dari keintiman adalah muncul isolasi, kecenderungan untuk menghindari hubungan karena tidak mau terlibat atau melibatkan diri dalam keintiman.
Dari dua pandangan tersebut menurut para ahli seakan bersaing namun hasil penelitian membukstikan bahwa antar pengembangan identitas dan pengembangan keintiman sejajar saling melengkapi.
Teori Attachment (Kelibatan) tentang Masa remaja
Menurut teori attachment keintiman di masa remaja berhubungan erat dengan masa lalu individu tersebut khususnya di waktu masa balita. Terdapat bukti yang kuat bahwa seorang yang memiliki ikatan/attachment yang kuat dengan pengasuhnya di waktu balita akan lebih mampu melakukan persahabatan dengan teman sebaya di waktu kecil dan terbukti pula akan memudahkan seseorang dalam melakukan keintiman di masa remaja dan dewasa. Dan sebaliknya pula terbukti bahwa seseorang yang dengan mudah melakukan keintiman dengan orang lain di masa remaja tidak dapat terpisahkan dengan hasil persahaba tan di masa kecil.
PERKEMBANGAN KEINTIMAN DI MASA REMAJA
Perubahan Alami dalam Persahabatan
Bernth (1981) membuktikan bahwa di masa anak-anak konsep persahabatan selalu berhubungan dengan bermain. Teman yang baik adalah teman yang menemani dalam bermain. Keintiman yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan muncul di masa remaja awal sampai dewasa.
Berndt & Perry (1990), McNelles & Connolly (1999) mengindikasikan perubahan pandangan remaja tentang keiintiman terjadi pada usia sekita 14 tahun. Parker, low dan Wargo (1999) menyebutkan bahwa remaja perempuan antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun lebih cemburuan dengan temannya dan ini berakibat timbulnya konflik antara teman.
Laursen (1995,1996), Rafedi (1997) Whitesell & Harter (1996) mengatakan terdapat perbedaan  konflik antara teman dekat dan teman biasa. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa konflik antara teman dekat biasanya lebih emosional/menyakitkan.namun meningkatkan usaha untuk memperbaiki hubungan di masa yang akan datang. Berbeda dengan konflik bukan teman dekat. Ada pula perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menyikapi konflik dengan teman dekat. Anak laki-laki biasanya dapat menyelesaikannya singkat dan berkaitan dengan permainan. Anak perempuan biasanya lebih lama dan dan umumnya karena kecemburuan.
Perubahan dalam Menunjukkan Keintiman
Diaz & Berndt (1982), Jones & Dembo (1989) membuktikan bahwa remaja lebih berkepribadian di bandingkan waktu masih anak-anak. Mereka menjelaskan bahwa seoran di masa remaja lebih tanggap, sedikit mengatur, dan lebih toleran dengan dengan teman. Dibandingkan dengan anak kecil, seorang remaja lebih memahami bagaimana perasaan teman ketika mereka mempunyai masalah.
Perubahan dalam Sasaran Keintiman
Menurut Sullivan, masa remaja adalah masa dimana remaja berubahnya sasaran dalam perilaku keintiman. Di masa praremaja dan remaja awal orang tua tergantikan oleh teman sebaya, selanjutnya di masa akhir remaja teman sebaya tergantikan oleh pasangan lawan jenisnya.
·         Orang Tua dan Teman Sebaya sebagai Sasaran Keintiman
Penelitian tentang keintiman di masa remaja di Amerika membuktikan bahwa di masa remaja, hubungan seseorang dengan teman baik dan pacarnya lebih intim dibandingkan dengan ibu maupun bapaknya (Beaumont, 1996; Hunter & Youniss, 1982; Rice & Mulkeen, 1995). Kedua, walaupun ada penurunan keintiman antara orang tua dan remaja, tetapi grafiknya bertambah lagi menjelang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih memegang peranan penting dalam hubungan dengan anaknya. Blyth, Hill dan Thiel (1982) memberi angket kepada 2.500 siswa berusia 7-14 tahun  untuk menanyakan kepada mereka siapa orang yang paling perhatian, sering memberi nasihat dan selalu melakukan sesuatu bersama. 93% menjawab orang tua mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa orang tua masih dianggap orang yang dekat dengan mereka.
Dari penelitian tersebut secara  umum dapat digambarkan bahwa keintiman remaja antara orang tua dan teman sebaya tidak bisa dibandingkan, meskipun secara jelas bahwa remaja lebih memilih teman sebayanya. Peran orang tua tetap penting dan berpengaruh. Bahkan remaja yang dekat dengan orang tuanya mempunyai dampak kesehatan psikologi yang lebih positif dibandingkan dengan remaja yang hanya dekat dengan teman baiknya (Greenberg, Siegel, & Leitch, 1983). Penelitian lain juga membuktikan bahwa kualitas hubungan di masa remaja dengan orang tua mempunyai pengaruh terhadap hubungan dengan teman dekatnya. (Cooper, carlson, Keller, Koch, & Spradling, 1993; Gold & Yanof, 1985).
·         Sasaran Lain dalam Keintiman
Sasaran lain keintiman di masa remaja adalah saudara kandung, saudara di luar anggota keluarga, guru dan pelatih. Penelitian Blyth dkk (1982) membuktikan 75% remaja  memilih saudara kandung sebagai sahabat intim. Mereka berpendapat saudara kandung sama tingkatannya dengan teman baik. Buhrmester & Furman (1997) mengatakan bahwa remaja lebih banyak bertengkar dengan saudara kandungnya dibandingkan dengan teman dekatnnya dan hanya bisa diselesaikan orang tuanya.
Ketika anak-anak ditanya orang-orang penting terdekatnya 80% menjawab salah satu dari kakek nenek, bibi, paman dan sepupunya (Blyth, Hill & Thiel, 1982). Tetapi remaja jarang berhubungan lagi dengan mereka karena tempat tinggal yang jauh dengan mereka (Lewis, 1991). Namun tidak dipungkiri mereka bisa menjadi tempat keintiman khususnya bagi mereka yang kedua orantuanya bercerai (Clingempeel, Colyar, Brand & hetherington, 1992).
Beberapa penelitian juga telah membuktikan hubungan antara remaja dengan orang di luar keluarganya baik di sekolah, tempat kerja  maupun tetangganya. Dan ini juga memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja (Greenberger, Chen & beam, 1998; Munch, Liang & DeSecottier, 1996). Persahabatan yang dekat berkembang secara alami antara para remaja dengan gurunya atau supervisornya melalui suatu organisasi/institusi. Ini menolong mereka mengatasi stres. Rhodes, Contreras & Mangelsdorf, 1994 dalam laporan penelitiannya menyimpulkan bahwa remaja yang memiliki mentor mempunyai kesehatan mental yang baik dibandingkan dengan mereka yang tidak punya.
·         Persahabatan dengan Teman lawan Jenis
Persahabatan intim dengan teman lawan jenis akan menjadi lebih penting ketika remaja menginjak dewasa. (Hallinan, 1981). Ini mengandung arti bahwa gender (perbedaan jenis kelamin) menjadi penentu utama dan penting dalam berhubungan selama praremaja, dan juga memainkan peranan yang lebih kuat dibandingkan latar belakang ekonomi dan ras. (Schofield, 1981). Sebenarnya usia juga berpengaruh dalam persahabatan tetapi ini susah diteliti.
Richard dkk, (1998) menyatakan bahwa dari keintiman berhubungan dengan lawan jenisnya mereka mempunyai fantasi tentang lawan jenisnya sampai akhirnya terealisasi dengan meningkatnya usia. Ini merupakan langkah awal menuju ke pengalaman romantis mereka di masa datang.
Montmogory & Sorell (1998) menambahkan bahwa remaja yang memiliki teman lawan jenis dari pada teman sesama jenis cenderung lebih cepat memasuki ke dalam hubungan romantis. Namun tidak semua hubungan antara laki-laki dan perempuan di masa remaja menjadi hubungan romantis. Persahabatan dengan lawan jenisnya adalah suatu yang wajar dialami para remaja. (Kuttler, La Greca & Prinstein, 1999).
Penelitian selanjutnya menyebutkan ada bukti bahwa keintiman hubungan dengan lawan jenis lebih menguntungkan remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja perempuan (Bukowski dkk, 1999). Hal ini disebabkan dapat menutupi kekurangan remaja tersebut atas sedikitnya teman sejenis.
KENCAN DAN HUBUNGAN ROMANTIS
Untuk membahas tentang hubungan romantis di masa remaja kita kembali ke teori Sulivan yang menyatakan bahwa melakukan keintiman hubungan dengan teman lawan jenis adalah tugas utama dalam perkembangan seseorang di masa remaja. Keintiman persahabatan dengan lawan di masa remaja membawanya ke dalam hubungan romantis.
Di masyarakat Amerika, remaja wanita lebih matang dibandingkan dengan remaja pria. Mereka lebih cepat intim dan lebih dekat secara emosional. Berkaitan dengan hubungan sex, wanita jauh lebih menghayati arti cinta, lebih terlibat secara emosional dan dan jauh lebih intim (Shulman & Scharf, 2000). Dengan alasan in para peneliti menyarankan bahwa wanita seharusnya mengajari pria untuk lebih terbuka, berperasaan dan perhatian.
Berkencan (dating) mempunyai arti yang bermacam-macam. Berkencan bisa diartikan menghabiskan waktu dengan pasangan dalam kelompok atau berbincang dengan pasangan lawan jenisnya untuk memantapkan sebelum menuju ke pernikahan. Berkencan dapat berfungsi mengembangkan keintiman untuk saling mengenal satu dengan yang lain.
Pemantapan hubungan menuju pernikahan melalui 4 fase (Brown, 1999; Conolly & Golbergg, 1999):
1.      Fase kegairahan
      Ketertarikan pada pandangan fisik seseorang.
2.      Fase status
      Pemantapan status terhadap lingkungan sekitar
3.      Fase Intim
      Memantapkan kedekatan, hubungan emosional dan kehangatan
4.      fase Pengikatan
      Komitmen untuk melangkah ke depan.
PERKEMBANGAN KEINTIMAN DAN PSIKOSOSIAL REMAJA
Remaja yang mempunyai persahabatan yang intim umumnya mempunyai kesehatan mental dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki keintiman. Teman dekat dapat digunakan mencurahkan isi hati tentang harapan-harapan di masa depan. Teman dekat juga dapat memberi nasihat dan dorongan-dorongan dalam kehidupan. Namun dibalik itu semua teman dekat juga membuat kita tidak nyaman, muncul konflik, kecemburuan dan ketidakpercayaan. Ini semua terjadi karena tidak semua persahabatan adalah persahabatan yang baik.

KOMENTAR
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema tertentu bagi si remaja apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Salah satu problem yang dihadapi remaja adalah problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial dimana dalam masa remaja membutuhkan keintiman. Keintiman di sini adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan hubungan dengan teman sebaya, teman lawan jenis maupun dengan keluarga atau yang lain..
Di awal masa remaja kebutuhan akan keintiman ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia terisolasi (isolated) dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya.
Problema perilaku sosial di awal remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan orang dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang membingungkan (ambivalen), di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas maupun identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Upaya untuk memfasilitasi perkembangan remaja menjadi amat penting. Dalam hal ini, peranan orang tua, guru/sekolah, serta masyarakat sangat diharapkan.
Pada masa remaja pertengahan dan remaja akhir juga akan terlihat jelas berbagai perubahan yang menyangkut aspek psikis, sosial dan prilakunya. Pada masa ini mulai muncul kebutuhan akan privasi, dan ekspresi erotik. Ditandai dengan mulai tumbuh ketertarikan pada lawan jenisnya dan keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan lawan jenisnya.  Remaja mulai mengenali cinta melalui hubungan yang mengandung komponen keintiman. Mulai dari tahap perkenalan, lalu menjadi teman akrab, lalu sahabat. Pada tahap persahabatan, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis kelamin, diharapkan berkembang perasaan hangat, kedekatan dan emosi-emosi lain yang lebih kaya. Dalam hubungan antar jenis,  persahabatan dapat berkembang dengan komitmen pacaran. Pada tahap pacaran ini keintiman dapat muncul komponen gairah dengan proporsi yang relatif rendah.
Pada pasangan yang telah dewasa, bila faktor-faktor emosional dan sosial telah dinilai siap, maka hubungan itu dapat dilanjutkan dengan membuat komitmen perkawinan. Dalam perkawinan, diharapkan ketiga komponen ini tetap hadir dan sama kuatnya.
Sebagai orang tua dan guru yang mendidik dan mengasuh anaknya sedemikian rupa, jangan pernah berhenti dari upaya pembinaan diri anak. Satu hal yang penting, jangan pernah menutup komunikasi dengan anak, namun bukalah jembatan komunikasi tersebut sebesar-besarnya. Walaupun sebagian besar anak kini pada kelompok bermainnya, namun kita jangan pernah menutup pintu untuknya saat ia kembali kepada kita.
Saat ini, posisikan diri kita sebagai temannya. Hiburlah ia dan berikan jalan keluar yang solutif untuknya dan tidak menggurui. Bila kita ingin memberinya nasehat, maka sampaikan dengan bahasa teman, bukan bahasa orangtua.
* RINGKASAN BAB 10 Buku “Adolescence” Karangan Laurence Steinberg
   (2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar